Dome 1


Pemilihan umum yang pertama di Indonesia di selenggarakan di Yogyakarta. Pemilihan umum ini disenggarakan pada tanggal 16 Juli s.d. 10 Nopember 1951. Dalam pemilihan umum ini rakyat sebagai pemilih umum tidak secara langsung memilih wakilnya duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melainkan memilih wakil pemilih. Kemudian wali pemilih inilah yang akan memilih wakil rakyat yang akan duduk di DPRD. Adapun jadwal kegiatan pemilihan umum adalah sebagai berikut: 1. Tanggal 16 Juli 1951 : Pendaftaran Penduduk 2. Tanggal 30 Juli 1951 : Pengajuan calon untuk pemilih 3. Tanggal 5 Agustus 1951 : Pendaftaran pemilihan umum 4. Tanggal 25 Agustus 1951 : Pemilihan umum wali pemilih di Kelurahan 5. Tanggal 11 September 1951 : Pengajuan calon anggota DPRD di Kabupaten dan Kotapraja 6. Tanggal 7 Oktober 1951 : Pemungutan suara calon anggota DPRD di Kapanewon / Kemantren 7. Tanggal 20 Oktober 1951 : Penetapan hasil pemilihan anggota DPRD di Ibukota Yogyakarta 8. Tanggal 10 Oktober 1951 : Pemilihan Umum selesai Penetapan hasil pemilihan anggota DPRD di tingkat pusat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tanggal 20 Oktober 1951. Setelah dihitung jumlah pemilih yang syah ada 6807 orang atau lebih dari 95% seluruh jumlah pemilih yang ditetapkan yaitu 7268 orang. Berdasarkan suara-suara pemilih yang masuk maka Masyumi mendapat 18 kursi, Persatuan Pamong Desa Indonesia (PPDI) 7 kursi, Panitia Kesatuan Aksi Buruh dan Tani (PKABT) 5 kursi, PNI 4 kursi, Partai Katolik 2 kursi, Sarikat Sekerja Pamong Praja (SSPP) 2 kursi, Partai Indonesia Raya 2 kursi, Kemudian 40 oraang anggota DPRD hasil pemilihan umum dipilih 5 orang sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah, kelima anggota tersebut yaitu 2 orang dari Masyumi seorang dari PNI, seorang dari PPDI dan seorang lagi dari PKABT. Pemilihan umum tahun 1951 di Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti nampak dalam adegan, mendapat perhatian besar baik dari rakyat pemilih, maupun dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah lain, terbukti mereka masing masing mengirimkan peninjau yaitu kantor perwakilam pusat mengirimkan MR.Subagiyo Resodipuro dan Ny.Pujobuntara sedangkan DPRS mengirimkan Hadikusumo, Amels, Moch Tauchid, Andi Gappa dan Meizir Ahmadiyas. Daerah daerah lain yang mengirimkan peninjaunya yaitu Sumatera Utara,Sumatera Selatan, Sumatera Tengah, Kalimantan, Sulawesi, Sunda kecil, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Dome 2


Rencana Colombo lahir pada bulan Januari 1950 pada saat Konferensi Menteri Luar Negeri Negara Persemakmuran di Colombo, Sri Langka. Tujuan Rencana Colombo adalah untuk memajukan ekonomi negara negara Asia Selatan dan Tenggara. Pada tahun 1958 dilaksanakan Konferensi Tahunan Dewan Konsultatif Rencana Colombo X di Seattle, Amerika Serikat dimana salah satu keputusannya tertunjuk Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Rencana Colombo Rencana Colombo XI Selanjutnya, Konfrensi Rencana Colombo XI diadakan di Yogyakarta yang diikuti lebih kurang 150 orang delegasi dari 21 negara. Konferensi ini terbagi dalam dua bagian yaitu Konferensi Tingkat Ahli yang berlangsung pada tanggal 26 Oktober s/d 6 Nopember 1959 dan Konferensi Tingkat Menteri yang berlangsung pada tanggal 11-14 Nopember 1959. Konferensi Rencana Colombo XI di Yogyakarta ini telah mengambil keputusan antara lain memperpanjang jangka waktu kerja Rencana Colombo selama 5 tahun lagi terhitumg mulai dari tahun 1961 dengan pengertian bahwa dalam sidang tahunannya pada tahun 1964 perpanjangan ini akan dirundingkan.

Dome 3


Pancasila adalah dasar negara, pandangan hidup dan ideologi bangsa Indonesia. Hal ini mendorong para pemuda yang tergabung dalam Liga Pancasila untuk mengembangkan ajaran dengan menyelenggarakan Seminar Nasional Pancasila. Seminar ini berlangsung pada tanggal 16 s/d 20 Pebruari 1959 di Gedung Sasau Hinggil Dwi Abad Yogyakarta dan ditutup secara resmi di Gedung Negara Yogyakarta. Sebagai ketua seminar adalah Drs. Imam Pratignyo, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai pelindung. Kesimpulan dari seminar ini lebih memantapkan lagi usaha-usaha untuk kembali kepada UUD 1945, serta Pancasila sebagai Dasar Negara yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Hal ini membuktikan secara tidak langsung bahwa Yogyakarta telah berperan secara aktif mengembalikan dasar negara ke UUD 1945 dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dome 4


Pemerintah Indonesia telah berusaha secara terus menerus untuk membebaskan Irian Barat dari pendudukan Belanda. Bahkan Pada tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dengan adanya situasi tersebut, Pemerintah Indonesia membentuk Dewan Pertahanan Nasional (DEPERTAN) pada tanggal 11 Desember 1961. Sidang DEPERTAN pada tanggal 14 Desember 1961 memutuskan untuk membentuk Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Selanjutnya, DEPERTAN berhasil merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun Alun Utara Yogyakarta. TRIKORA berisi tentang: 1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda Kolonial 2. Kibarkan Sang merah putih di Irian Barat tanah air indonesia 3. Bersiap untuk mobilisasi umun mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa

Dome 5


Pemerintah Indonesia telah berusaha secara terus menerus untuk membebaskan Irian Barat dari pendudukan Belanda. Bahkan Pada tanggal 17 Agustus 1960 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Dengan adanya situasi tersebut, Pemerintah Indonesia membentuk Dewan Pertahanan Nasional (DEPERTAN) pada tanggal 11 Desember 1961. Sidang DEPERTAN pada tanggal 14 Desember 1961 memutuskan untuk membentuk Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Selanjutnya, DEPERTAN berhasil merumuskan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 di Alun Alun Utara Yogyakarta. TRIKORA berisi tentang: 1. Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda Kolonial 2. Kibarkan Sang merah putih di Irian Barat tanah air indonesia 3. Bersiap untuk mobilisasi umun mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa Peristiwa G 30 S PKI adalah tragedi berdarah untuk merebut kekuasaan yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia. Korban pemberontakan PKI di Yogyakarta adalah Kolonel Katamso (Danrem 072) dan Letkol Sugiyon (Kasrem 072). Kedua korban Harta adalah korban tersebut diculik dan dibunuh secara kejam oleh Pelda Kamil atas perintah Peltu Sumardi pada tanggal 1 Oktober 1965 di komplek Batalyon L Kentungan, Yogyakarta. Kolonel Widodo yang diberi tugas mengamankan Yogyakarta berhasil merebut kembali markas Korem 072 pada tanggal 4 Oktober 1965. Selanjutnya Kolonel Widodo memerintahkan Kapten Suryotomo menormalisasi Batalyon L dan mencari Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono dalam keadaan hidup atau mati. Akhirnya jenazah kedua perwira tersebut ditemukan dalam sebuah lobang yang telah ditimbun gundukan tanah dan diatasnya ditanami pohon pisang di komplek Batalyon L Kentungan. Selanjutnya pada tanggal 22 Oktober 1965 kedua jenazah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Semaki Yogyakarta dalam upacara kebesaran militer.

Dome 6


pemberontakan G 30 S PKI dengan Dewan Revolusinya dalam waktu yang singkat dapat ditumpas. Pasukan RPKAD pada tanggal 19 Oktober 1965 bergerak menuju Yogyakarta. Kabar ini membangkitkan semangat masyarakat untuk menumpas golongan komunis yang nyata terlibat dalam peberontakan G 30 S PKI. Pada tanggal 20 Oktober 1965 pukul 08.00 rapat akbar diselenggarakan di Alun alun Utara Yogyakarta. Rapat ini dihadiri oleh masyarakat dan unsur pemerintah antara lain, Danrem 072 Kolonel Widodo yang sekaligus bertindak sebagai inspektur upacara. Dalam rapat akbar tersebut juga dibacakan pernyataan dari 55 organisasi yang anti komunis dari berbagai golongan. Isi pernyataan itu meliputi tuntutan agar PKI dan ormasnya dinyatakan sebagai partai terlarang dan dibubarkan serta menuntut agar tokoh pelaku G 30 S PKI diadili.

Dome 7


Ketidakstabilan keamanan dan politik di Indonesia sejak tahun 1950 sampai dengan 1965 adalah bersumber pada adanya krisis idiologi. Oleh karena itu perlu adanya penyatuan paham ideologi dalam satu negara. Sehubungan dengan itu Presiden Soeharto pada acara Dies Natalis Universitas Gadjah Mada XXV pada tanggal 19 Desember 1974 bertempat di gedung Pusat Universitas Gadjah Mada berkenan menyampaikan amanat tentang Penghayatan dan Pengamalan Ideologi Pancasila. Pada tahun 1977, gagasan tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang telah terhimpun diajukan ke Sidang Umum MPR untuk dibahas. Akhirnya MPR menetapkan tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila melalui TAP.MPR No. II/MPR/1978. Sebagai konsekuensinya, P4 harus disosialisasikan kepada masyarakat.

Dome 8


Koleksi ini merupakan replika kunci mortir dan batu yang menjadi bukti sejarah tentang kekejaman G 30 S PKI tahun 1965 di Yogyakarta. Benda tersebut digunakan oleh PKI untuk membunuh dua pahlawan revolusi yaitu Brigadir Jendral Anumerta Katamso dan Kolonel Anumerta Sugiono.

Dome 9


Sekitar tahun 1965 PKI menjadi partai yang besar. Untuk mencapai cita-cita partai, PKI menghalalkan segala cara. Antara lain dengan G 30 S/PKI ysng menyebabkan gugurnya para perwira tinggi Angkatan Darat. Di Yogyakarta kebiadaban PKI dengan G 30 S/PKI membunuh Kolonel Infantri Katamso Dharmokusumo dan Letnan Kolonel Infantri Sugiyono Mangunwiyoto. Beliau gugur sebagai korban kebiadaban PKI pada tanggal 2 Oktober 1965. Sebagai tanda penghargaan terhadap jasa-jasanya maka pemerintah Republik Indonesia menaikkan pangkat masing-masing Bregadir Jenderal Anumerta untuk Kolonel Infantri Katamso Dharmokusumo dan Kolonel Anumerta untuk Letnan Kolonel Infantri Sugiyono Mangunwiyoto. Koleksi ini merupakan tiruan dari pakaian seragam kedua beliau setelah dinaikkan pangkatnya.